Jumat, 25 Juni 2010

Analisis Pelaksanaan Pencairan SP2D Gaji di KPPN Jayapura

Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-37/PB/2009 tentang Petunjuk Teknis Pengalihan Pengelolaan Administrasi Belanja PNS Pusat kepada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga, pembayaran Belanja pegawai gaji dilaksankan secara langsung (LS) kepada pegawai melalui rekening masing-masing pegawai secara giral. Ketentuan ini seharusnya mulai berlaku terhitung mulai gaji Bulan Juli 2010. Namun bagi satker yang belum bisa melaksanakan hal tersebut, masih dimungkinkan pembayaran gaji melalui rekening Bendahara Pengeluaran setelah mendapat dispensasi dari Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Di KPPN Jayapura sendiri saat ini masih banyak pembayaran gaji yang tetap melalui Bendahara Pengeluaran, terutama bagi Satker di lingkungan TNI dan POLRI. PNS Pemerintah Pusat di Satker vertikal pun masih cukup banyak yang pencairan gaji bulan Juli ini masih melalui rekening Bendahara Pengeluaran. Alasan utama Satker adalah layanan perbankan yang berstatus BO II mitra kerja KPPN Jayapura masih belum menjangkau wilayah-wilayah pedalaman Papua seperti di Kab. Pegunungan Bintang, Kab. Mamberamo Raya dan Kab. Sarmi, sehingga para pegawai tidak dapat membuka rekening di Bank yang berstatus BO II mitra kerja KPPN Jayapura. Adapun bank yang berstatus sebagai BO II mitra kerja KPPN Jayapura saat ini adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cab. Jayapura, Bank Mandiri Cabang Jayapura, Bank Negara Indonesia (BNI) Cab. Jayapura dan Bank Papua Cab. Utama Jayapura.


Mekanisme baru ini merombak total praktek yang selama ini berlangsung, yaitu pembayaran gaji dilaksanakan secara langsung (LS) ke rekening Bendahara Pengeluaran, yang kemudian oleh Bendahara Pengeluaran gaji dibayarkan tunai kepada para pegawai. Praktek ini tentu saja rawan terjadi kehilangan, pemotongan/"penyunatan" yang tidak sesuai aturan, pencurian, dan perampokan. Ada juga Bendahara Pengeluaran yang menarik dana dengan cek, kemudian mentransfer gaji ke rekening para pegawai. Proses transfer tersebut dilakukan oleh bank sebagai sebuah badan usaha, bukan dalam statusnya sebagai Bank Operasional II (BO II), oleh karena itu biasanya dikenakan biaya administrasi. Apabila pencairan gaji langsung kepada rekening masing-masing pegawai, maka BO II tidak diperbolehkan untuk memungut biaya apapun dalam pencairan SP2D gaji tersebut. Pelanggaran atas hal ini dapat dikenakan denda sebesar 300% dari biaya yang dikenakan oleh BO II.

Pelaksanaan pembayaran gaji langsung ke rekening masing-masing pegawai memang memberi dampak yang lebih praktis dan aman dalam pengelolaan keuangan Satker di mana Bendahara Pengeluaran tidak perlu repot-repot lagi mengurusi pembayaran gaji para pegawai. Akan tetapi pelaksanaan mekanisme ini juga mengakibatkan beberapa masalah dalam tata kelola pencairan SP2D gaji melalui BO II apabila tidak segera dilakukan langkah-langkah pencegahan dan solusi untuk mengatasinya. Beberapa masalah tersebut di antaranya:

Pertama, Beban kerja BO II akan sangat berat, karena harus mencairkan dana langsung kepada para pegawai yang jumlahnya ribuan orang (selama ini hanya kepada ratusan Bendahara Pengeluaran saja). Beban kerja itu cukup berat karena selama ini BO II mitra kerja KPPN Jayapura masih meng-entry/mencairkan SP2D Gaji secara manual, belum menggunakan aplikasi sebagaimana BO I yang dapat mencairkan SP2D secara cepat dengan menggunakan Arsip Data Komputer (ADK) SP2D dari Aplikasi KPPN. Oleh karena itu perlu segera diluncurkan Aplikasi pada BO II yang bisa membaca ADK dari KPPN sebagaimana yang sudah berjalan di BO I. Aplikasi tersebut tentunya dibangun oleh BO II bekerja sama dengan Ditjen Perbendaharaan (Direktorat Sistem Perbendaharaan).

Kedua,
akan menimbulkan potensi pengembalian SP2D (Retur SP2D) yang sangat tinggi. Pengembalian SP2D dimaksud adalah pengembalian SP2D oleh BO II karena adanya kesalahan rekening, baik nama rekening, atau nomor rekening, dan atau nama bank tujuan. Sebagai indikator, pencairan satu SP2D yang ditujukan kepada 1 (satu) orang saja sering terjadi kesalahan rekening, apalagi dalam SPM/SP2D Gaji yang memuat puluhan, bahkan ratusan penerima, pasti potensi kesalahan rekening sangat tinggi. Kita dapat membayangkan apa yang terjadi kalau pembayaran gaji seorang pegawai tertunda karena adanya kesalahan rekening. Hal ini juga tentunya akan menambah beban pekerjaan BO II, KPPN dan juga Satker berkenaan dalam tindak lanjut atas adanya retur tersebut. Hal ini semakin rumit karena sampai saat ini belum ada aturan yang mengatur tentang Pengembalian SP2D oleh BO II. Peraturan yang ada saat ini yaitu Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-59/PB/2009 hanya mengatur Pengembalian SP2D oleh BO I dan Bank Indonesia. Pengelolaan rekening retur pun saat ini hanya mengatur rekening retur di BO I. Apabila kita mengacu dan mengadopsi aturan pada Perdirjen tersebut, apabila dalam tempo 7 (tujuh) hari kerja Satker bersangkutan belum menyampaikan ralat SP2D setelah mendapat pemberitahuan dari KPPN, maka KPPN akan memerintahkan BO II untuk menyetorkan dana tersebut ke rekening kas negara dengan SSPB melalui Bank/Pos Persepsi. Selanjutnya dibuatkan Berita Acara penyesuaian Sisa Pagu DIPA pada DIPA Satker berkenaan, dan Satker dapat mengajukan SPM kembali untuk membayar gaji pegawai yang sebelumnya diretur dan disetor ke kas negara tersebut. Sebuah proses yang cukup rumit dan birokratis, dan tentunya akan sangat mengecewakan pegawai yang gajinya diretur! Oleh karena itu perlu segera dibuat aturan yang mengatur proses pencairan dana SP2D melalui rekening masing2 pegawai, khususnya apabila terjadi pengembalian/retur SP2D.

Ketiga, belum adanya kesepahaman atas rekening masing-masing pegawai yang ditunjuk dalam SPM/SP2D, apakah harus seragam pada satu bank ataukah boleh pada beberapa bank yang berbeda. Masih adanya multi tafsir atas hal ini mengakibatkan masih banyak Satker yang rekening para pegawainya tidak seragam pada satu bank sehingga hal ini akan mempersulit proses pencairan dana gaji tersebut. Kesulitan dimaksud antara lain dalam hal penentuan BO II yang akan mencairkan SP2D tersebut. Misalkan dari 100 orang pegawai penerima pembayaran yang ditunjuk dalam SP2D, 40 orang mempunyai rekening di Bank Mandiri, 30 orang di BRI dan 30 orang di BNI, bank manakah yang harus mencairkan SP2D tersebut?? Pada dasarnya semua bank tersebut memenuhi syarat untuk mencairkan, namun biasanya KPPN Jayapura akan menunjuk pencairannya kepada BO II yang lebih banyak tempat para pegawai membuka rekening. Dalam contoh tadi maka yang ditunjuk sebagai BO II nya adalah Bank Mandiri. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan prinsip BO II yang seharusnya hanya mencairkan SP2D Gaji ke rekening di internal banknya, bukan mencairkan dana ke rekening bank lain yang mengharuskan dilakukan transfer sesuai aturan perbankan yang berlaku. Biasanya proses transfer antar bank tersebut dikenakan biaya administrasi, sedangkan BO II dilarang mengenakan biaya apapun dalam proses pencairan dana SP2D. Di samping itu, jika BO II harus mencairkan juga gaji ke rekening bank yang berbeda, dikuatirkan dana gaji tidak akan masuk ke rekening pegawai yang ditunjuk pada hari yang sama dengan tanggal SP2D. Hal ini tentunya akan mengecewakan dan merugikan para pegawai! Untuk mengatasi masalah ini, penulis selaku Kasi Bank/Giro Pos KPPN Jayapura telah menghimbau para Satker agar rekening para pegawai seragam pada satu bank demi kelancaran pencairan dana gaji itu sendiri. Akan tetapi mengingat petunjuk teknis akan hal itu belum ada, KPPN Jayapura juga tidak dapat menolak SPM Gaji Satker yang rekening pegawainya berbeda-beda bank.

Selain ketiga masalah khusus yang terkait dengan pencairan gaji langsung ke rekening masing-masing pegawai di atas, secara umum juga terdapat masalah dalam pemrosesan SPM Gaji Satker. Dari sisi batas akhir pengajuan SPM Gaji Induk ke KPPN sendiri terdapat dualisme aturan yang saling bertentangan. Apabila mengacu pada Perdirjen 66/PB/2005, batas akhir pengajuan SPM Gaji Induk adalah tanggal 15 bulan sebelumnya. Sedangkan menurut PER-37/PB/2009, batas akhir pengajuan SPM Gaji tersebut adalah tanggal 10 bulan sebelumnya. Dalam praktek pelaksanaannya pun kedua aturan tersebut dilanggar dan tidak pernah ditaati, baik oleh Satker maupun oleh KPPN sendiri. Artinya, pengajuan SPM Gaji Induk yang disampaikan melampaui tanggal tersebut pun masih diterima dan diproses oleh KPPN. Praktek yang berlangsung terus-menerus ini lama-kelamaan mengakibatkan kedua peraturan tersebut menjadi "mandul" dan tidak mempunyai kekuatan mengikat lagi karena terus menerus dilanggar. Perlu dilakukan penegakan aturan sebagai "shock therapy" agar Satker dan KPPN sama-sama tertib dalam penyelesaian SPM/SP2D Gaji ini. Untuk itu perlu ketegasan Seksi Perbendaharaan melalui para petugas di Front Office. Ketidaktertiban ini mengakibatkan Seksi Bank/Giro Pos yang harus menyampaikan permintaan dana gaji dan pencairan dana gaji melalui Surat Perintah Transfer (SPT) 3 hari sebelum tanggal pembayaran gaji menjadi terkendala. Penyampaian SP2D Gaji Induk ke BO II paling lambat 5 hari sebelum tanggal pembayaran gaji pun menjadi tidak dapat dilaksanakan secara konsekuen oleh KPPN.