Minggu, 26 Mei 2013

MENGANTISIPASI RISIKO DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN




          Risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Risiko yang dapat terjadi terkait pencairan anggaran negara cukup berat, mulai dari temuan yang bersifat administratif, kegagalan pencapaian tujuan, sampai pada akibat pemborosan dan kerugian keuangan negara yang dapat dibidik dengan tindak pidana korupsi. Jika sudah berindikasi tindak pidana, maka besar kemungkinan pintu penjara sudah menunggu anda! Oleh karena itu, para Pejabat Perbendaharaan Negara harus super hati-hati dalam mengelola dan melaksanakan anggaran negara.

          Saat ini, mekanisme pencairan anggaran telah didesain sangat sederhana dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sederhana karena sebagian besar mekanisme pelaksanaan anggaran dilakukan sepenuhnya Satuan Kerja sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan persyaratan dokumen yang disampaikan ke Kantor Pelayanan perbendaharaan Negara (KPPN) selaku Kuasa Bendahara Umum Negara tidak begitu banyak. Untuk pembayaran langsung ke rekanan persyaratannya hanya dengan menyampaikan Surat Perintah Membayar (SPM) dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP),  dan dalam waktu paling lama 1 (satu) jam, KPPN akan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

          Proses yang sederhana ini diharapkan dapat memperlancar proses pencairan anggaran negara yang pada akhirnya dapat mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara. Seluruh proses dan tanggung jawab materiil atas proses pelaksanaan anggaran berada pada Kuasa Pengguna Anggaran. Ini artinya KPA pada Satuan Kerja (Satker) memiliki kewenangan yang sangat besar dalam pelaksanaan anggaran. Kewenangan yang sangat besar ini tentunya memiliki risiko yang sangat besar pula. Tidak sedikit para Pejabat Perbendaharaan Negara Satker yang akhirnya masuk penjara karena proses pelaksanaan anggaran negara yang tidak akuntabel dan melawan hukum.

          Seseorang yang dengan sengaja dan sadar melakukan perbuatan melawan hukum, tentu Penjara adalah tempat yang pantas untuk yang bersangkutan. Beda halnya untuk seseorang yang karena ketidaktahuannya terhadap risiko suatu perbuatan, tentunya masuk penjara sangat disayangkan. Oleh karena itu, Pejabat Perbendaharaan Negara (Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penandatangan SPM dan Bendahara Pengeluaran) perlu mengantisipasi berbagai risiko dalam pelaksanaan anggaran negara. Jika tidak berhati-hati, maka kerugian tentu akan menimpa, di antaranya: rusaknya nama baik pelaku dan institusi, kerugian fisik dan mental karena ditahan di balik jeruji besi, kerugian finansial untuk membiayai pengacara (mungkin pula biaya ekstra untuk menyuap aparat hukum yang ”nakal”) dan untuk membayar ganti rugi kepada negara. ”Keuntungan” yang diharapkan dengan menjadi ”mafia pelaksanaan anggaran” pun berubah menjadi bencana!

          Berikut ini adalah beberapa risiko dalam proses pelaksanaan anggaran:

1.     Terjadinya Praktek-praktek yang Mengakibatkan Tindak Pidana pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah:

Praktek-praktek tersebut antara lain: Menerima suap dan/atau gratifikasi, menggabungkan pekerjaan (yang seharusnya dipecah), memecah pekerjaan (yang seharusnya digabung) untuk menghindari pelelangan, penunjukan langsung tidak sesuai ketentuan, mengatur/merekayasa proses lelang, memalsukan dokumen perusahaan, menggelembungkan harga (mark up), mensubkontrakkan seluruh pekerjaan, membuat spesifikasi yang mengarah kepada rekanan tertentu, membuat syarat-syarat lelang untuk membatasi peserta lelang, mengurangi kauntitas barang/jasa, mengurangi kualitas barang/jasa, pengadaan fiktif, salah merancang kontrak, kontrak tanpa tersedianya anggaran, pemborosan keuangan negara, dan penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang terlalu tinggi. Data dan fakta yang ada, hampir semua Pejabat Perbendaharaan Negara yang dipenjara disebabkan oleh proses pengadaan barang/jasa yang tidak akuntabel dan melawan hukum.

2.     Salah dalam menunjuk Pejabat Perbendaharan Negara dan Panitia Pengadaan/Pejabat Pengadaan:

Pejabat Perbendaharaan Negara haruslah personil yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) seharusnya dijabat secara ex-officio oleh Kepala Satker, oleh karena itu apabila ada Satker yang KPA-nya bukan Kepala Satker, tentu adalah suatu pelanggaran ketentuan, kecuali yang memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (6) PMK-190/PMK.05/2012.

Seseorang yang tidak memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa tentunya tidak boleh ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dalam kenyataan, masih banyak PPK yang tidak memiliki sertifikat dimaksud. Satker banyak ”memanipulasi” syarat tersebut dengan menunjuk KPA merangkap PPK, sehingga ”dianggap” tidak wajib memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012. Padahal hal itu dapat dilakukan dalam hal tidak ada pejabat/pegawai yang memenuhi persyaratan di Satker bersangkutan. Jika ada yang bersertifikat pada Satker tersebut, tetapi tidak ditunjuk sebagai PPK dan malah dirangkap oleh KPA yang tidak bersertifikat, maka hal itu adalah pelanggaran.

Begitu juga dengan Panitia Pengadaan, masih ada yang ditunjuk sebagai anggota Panitia Pengadaan meskipun tidak memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa Pemerintah. Risiko akibat menunjuk pejabat perbendaharaan negara dan panitia/pejabat pengadaan yang tidak berkompeten sesuai kriteria peraturan perundang-undangan adalah dapat dinyatakannya batal demi hukum seluruh proses pelaksanaan anggaran yang telah dilaksanakan yang bersangkutan.

Yang lebih fatal lagi adalah apabila Pejabat Perbendaharaan Negara yang terdiri dari KPA, PPK dan PPSPM di Satker dirangkap oleh 1 (satu) orang. Hal ini tentunya tidak diperbolehkan karena tidak akan terjadi pelaksanaan prinsip saling uji (check and balance) pada Satker bersangkutan. Dalam hal keterbatasan jumlah pejabat/pegawai yang memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai pejabat perbendaharaan negara, perangkapan jabatan dapat dilaksanakan melalui perangkapan jabatan KPA sebagai PPK dan/atau sebagai PPSPM. PPK tidak boleh dirangkap oleh PPSPM, dan Bendahara Pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK maupun PPSPM.


3.     Terlambatnya proses pencatatan perjanjian/kontrak ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN):

Perjanjian/Kontrak yang pembayarannya akan dilakukan dengan SPM-LS wajib dicatatkan ke KPPN paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah ditandatanganinya perjanjian/kontrak. Pencatatan ini tidak semata-mata dianggap sebagai masalah administratif, tetapi sesungguhnya mengandung potensi  fraud juga. Pencatatan kontrak yang terlambat dari ketentuan mengindikasikan adanya sesuatu yang tidak beres dalam proses pengadaan barang/jasa. Auditor akan ”patut dapat menduga” bahwa pengadaannya bermasalah. Pada umumnya masalah tersebut adalah administrasi kontrak yang dibuat belakangan dari pelaksanaan pengadaan yang sesungguhnya. Seharusnya administrasi pengadaan dibuat secara simultan sesuai dengan jadwal dan prosedur pengadaan yang sebenarnya.

Selama ini banyak alasan yang tidak masuk akal disampaikan oleh Satker sebagai alasan ”pembenar” keterlambatannya mencatatkan perjanjian/kontrak ke KPPN, misalnya: disebabkan rekanan terlambat menyampaikan Jaminan Pelaksanaan. Alasan ini sungguh tidak berdasar karena seharusnya jika Jaminan Pelaksanaan belum diserahkan oleh rekanan, tentunya belum boleh dilakukan penandatanganan kontrak. Selama ini KPPN masih memberikan ”toleransi” atas pelanggaran pencatatan perjanjian/kontrak ini, dengan syarat Satker menyampaikan Surat Pernyataan berisi penyebab keterlambatan dan janji untuk tidak mengulangi kembali keterlambatan. Sayangnya keterlambatan itu terjadi lagi, terjadi lagi dan lagi. Ke depannya, apapun alasannya, keterlambatan pencatatan perjanjian/kontrak tidak akan diberikan toleransi lagi. Kebiasaan Satker menganggap remeh ketentuan harus dicegah dengan ketegasan KPPN menerapkan ketentuan secara konsekuen. 

4.     Pembayaran kepada Penyedia Barang/Jasa tidak sesuai dengan prestasi pekerjaan yang sebenarnya:

Hal ini biasanya dilakukan oleh Satker pada saat akhir tahun anggaran. Akibat proses pengadaan yang terlambat, umumnya pekerjaan konstruksi masih dikerjakan sampai dengan akhir tahun dan bahkan berlanjut pada tahun anggaran berikutnya.  Akan tetapi Satker sebagian besar menyampaikan Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP) 100% sesuai tanggal berakhirnya kontrak kepada KPPN meskipun fakta sebenarnya pekerjaan masih belum selesai 100%. Manipulasi yang sangat kasat mata ini tentunya sangat berisiko bagi Pejabat Perbendaharaan Negara Satker, dan bahkan dapat ikut menyeret pegawai/pejabat di KPPN sebagai saksi (bukan tidak mungkin menjadi tersangka jika aparat hukumnya ”nakal”).

Potensi kerugian negara terdiri dari unsur ”kelebihan pembayaran” dan pendapatan ”denda keterlambatan” yang hilang.  Praktek ini adalah tiket paling murah untuk menuju ke sel penjara! Seharusnya Satker secara obyektif menyampaikan BAPP sesuai prestasi pekerjaan yang sebenarnya dan pekerjaan yang belum selesai tersebut dapat dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya, atau tahun anggaran berikutnya lagi apabila dananya belum tersedia (revisi DIPA tidak memungkinkan).

5.     Pembayaran kepada penyedia barang/jasa terlambat dari ketentuan dalam Perjanjian/Kontrak:

Perjanjian/Kontrak adalah ”undang-undang” bagi para pihak yang membuat dan menandatanganinya. Oleh karena itu seharusnya dipatuhi oleh kedua belah pihak. Sanksi bukan hanya bagi penyedia barang/jasa ketika terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, tapi juga sanksi bagi PPK yang terlambat melakukan pembayaran kepada penyedia barang/jasa sebagaimana yang telah diatur dalam Perjanjian/Kontrak. Sesuai Pasal 122 Perpres 54 Tahun 2010, PPK yang terlambat melakukan pembayaran dapat dikenakan sanksi ”ganti rugi” sebesar bunga terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku saat itu menurut ketentuan Bank Indonesia.

Pada PMK-190/PMK.05/2012 juga telah diatur norma-norma waktu yang harus diperhatikan para Pejabat Perbendaharaan Negara dalam memproses tagihan, baik pada tahap pemrosesan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), proses penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) maupun proses penyampaian SPM yang telah ditandatangani ke KPPN. Norma waktu tersebut pada umumnya masih sering dilanggar oleh Satker.


6.     Bendahara Pengeluaran menarik uang yang dikelolanya ke rekening pribadi:

Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada suatu Satker. Uang yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran cukup besar, di antaranya berasal dari Uang Persediaan (UP) maksimal Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan Tambahan Uang Persediaan (TUP) tidak terbatas jumlahnya, serta dari pembayaran langsung melalui Bendahara Pengeluaran (misalnya pembayaran honorarium, perjalanan dinas, dan belanja pegawai non gaji) yang jumlahnya tidak terbatas. Uang-uang tersebut seharusnya berada pada rekening Bendahara Pengeluaran yang telah disetujui pembukaannya oleh KPPN dan/atau berada di kas tunai bendahara pengeluaran. Khusus untuk dana yang berasal dari UP/TUP, pada setiap akhir hari kerja saldonya paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Dan jika itu adalah uang yang menjadi hak pegawai/penerima hak, maka seharusnya secepatnya dibayarkan kepada yang berhak.

Dapat dibayangkan kerugian negara apabila uang-uang tersebut kemudian ditarik oleh Bendahara Pengeluaran kemudian disimpan ke rekening pribadinya dan pembayaran kepada penerima hak ditunda-tunda dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu diperlukan pengawasan yang ketat dari KPA terhadap pengelolaan uang di rekening Bendahara Pengeluaran. Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara Pengeluaran harus diawasi secara ketat untuk mencegah penyalahgunaan yang berpotensi merugikan keuangan negara.

7.     Pertanggungjawaban penggunaan Tambahan Uang Persediaan (TUP) terlambat disampaikan ke KPPN:

TUP adalah uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan. Unsur penting dari TUP adalah harus dipertanggungjawabkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak SP2D TUP diterbitkan, digunakan untuk kebutuhan mendesak dan bukan merupakan pengeluaran yang harus dilakukan dengan Pembayaran Langsung (LS). Dalam prakteknya, masih banyak Satker yang belum memahami hakekat TUP sehingga selalu meminta TUP seolah-olah TUP adalah ”jatah” bulanan. Padahal rincian rencana penggunaan dana yang disampaikan banyak di antaranya adalah kebutuhan yang seharusnya dapat dibayarkan secara langsung (LS), misalnya untuk pembayaran honorarium bulanan, pembayaran satpam, biaya telepon dan listrik. Tentu jika demikian permintaan TUP akan ditolak oleh KPPN.

Yang lebih memprihatinkan lagi masih banyak Satker yang terlambat mempertanggungjawabkan penggunaan TUP yang telah diberikan dengan alasan yang tidak mendasar. Sampai batas akhir waktu pertanggungjawaban, banyak yang belum mempertanggungjawabkan satu rupiah pun TUP yang telah diberikan, padahal TUP dapat dipertanggungjawabkan secara bertahap. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan keuangan pada Satker masih sangat lemah.

TUP merupakan pengeluaran transito dan status TUP yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran masih sebagai uang negara. TUP baru dicatat sebagai pengeluaran negara apabila Satker telah menyampaikan pertanggungjawaban berupa SPM-PTUP dan KPPN telah menerbitkan SP2D-PTUP-nya. Potensi kerugian negara akibat terlambatnya pertanggungjawaban PTUP cukup besar, yaitu adanya idle cash yang berada di rekening Bendahara Pengeluaran Satker sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Bendahara Umum Negara.

Untuk menjamin kepatuhan Satker dalam mempertanggungjawabkan TUP, saya berpendapat sebaiknya Satker yang 3 (tiga) kali berturut-turut terlambat mempertanggungjawabkan TUP tidak dapat lagi diberikan TUP sepanjang sisa tahun anggaran!

8.     Pengeluaran uang oleh Bendahara Pengeluaran tidak berdasarkan Surat Perintah Bayar (SPBy) dari PPK:

Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas uang maupun surat berharga yang berada dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, apabila terjadi kerugian negara atas uang yang dikelolanya, Bendahara Pengeluaran tidak dapat mengelak untuk sepenuhnya bertanggung jawab. Seorang Bendahara Pengeluaran harus mengelola uang secara tertib dan akuntabel, yaitu hanya melakukan pembayaran jika ada Surat Perintah Bayar (SPBy) yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK atas nama KPA. Bendahara Pengeluaran pun wajib menolak perintah pembayaran dalam SPBy apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan.

Dalam prakteknya, banyak Bendahara Pengeluaran Satker yang melakukan pembayaran (pengeluaran uang) meskipun tidak ada/belum ada SPBy. Apalagi bila ada ”perintah” dari petinggi Satker, Bendahara Pengeluaran biasanya sulit untuk menolak. Hal ini tentunya sangat riskan karena apabila penerima uang tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan UP/TUP, sepenuhnya tetap menjadi tanggung jawab Bendahara Pengeluaran secara pribadi.
         
9.     Penerbitan SPM GUP dan SPM PTUP oleh PPSPM tanpa memverifikasi bukti SSP yang telah dikonfirmasi KPPN:

Salah satu syarat lampiran SPP GUP dan SPP PTUP dari PPK ke PPSPM adalah SSP yang telah dikonfirmasi KPPN. Seorang PPSPM harus memverifikasi persyaratan tersebut untuk mencegah adanya kerugian negara akibat pembayaran pajak tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Transaksi belanja negara yang dilakukan dengan UP/TUP, pemotongan/pembayaran pajaknya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran dan disetor melalui bank/pos persepsi mitra kerja KPPN. Bukti SSP yang telah divalidasi Bank/Pos Persepsi baru diyakini kebenarannya masuk ke kas negara setelah mendapat konfirmasi dari KPPN. Bukan hal yang tidak mungkin terjadi, seorang memalsukan SSP dengan mengcopy kembali bukti SSP atas belanja sebelumnya yang berjumlah sama dan melampirkannya sebagai bukti pembayaran pajak untuk belanja lainnya.

Copy SSP tidak lagi dilampirkan pada SPM yang disampaikan ke KPPN sehingga sepenuhnya menjadi kewajiban PPSPM untuk memverifikasi bukti-bukti SSP tersebut. Dalam prakteknya, masih ada PPSPM yang terlalu berani menerbitkan SPM GUP maupun PTUP meskipun SSP belum dikonfirmasi ke KPPN setempat. Hal ini tentunya sangat berpotensi menimbulkan kerugian negara akibat  tidak diterimanya uang pajak ke rekening Kas Negara KPPN.
 
10.             Pemalsuan Surat Perintah Membayar (SPM):

Penerbitan SPM dilakukan melalui sistem aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan. SPM tersebut juga di”injeksi” oleh PPSPM dengan Personal Indentification Number (PIN) PPSPM sebagai tanda tangan elektronik pada Arsip data Komputer (ADK) SPM. Dalam penerbitan SPM tersebut, PPSPM bertanggung jawab atas keamanan data pada aplikasi SPM, kebenaran SPM dan kesesuaian antara data pada SPM dengan data pada ADK SPM dan penggunaan PIN pada ADK SPM. SPM yang PIN-nya tidak sesuai dengan data di KPPN, secara sistem akan ditolak Aplikasi SP2D KPPN dan tidak dapat diproses lebih lanjut.

Dalam kenyataannya, masih terdapat risiko pemalsuan SPM. Hal ini dapat terjadi karena beberapa PPSPM yang gaptek dan mungkin juga ”terlalu sibuk” sehingga menyerahkan sepenuhnya ”injeksi” PIN PPSPM kepada orang lain, misalnya staff bawahannya. Hal ini tentunya berpotensi menimbulkan kerugian negara apabila terjadi penyampaian SPM Palsu yang kemudian diterbitkan SP2D-nya oleh KPPN. Oleh karena itulah, seharusnya PPSPM tidak ”mendelegasikan” proses ”injeksi” PIN PPSPM kepada orang lain, termasuk bawahannya, karena segala bentuk penyalahgunaan SPM adalah tanggung jawab mutlak PPSPM. SPM Palsu, maka yang masuk penjara seharusnya dan semestinya adalah PPSPM Satker, bukan pegawai/pejabat KPPN!


          Dengan memahami setidaknya 10 risiko di atas, diharapkan Pejabat Perbendaharaan Negara pada Satker dapat melaksanakan anggaran negara secara lebih tertib, efisien, efektif, transparan dan akuntabel serta dapat terhindar dari masalah hukum yang dapat menghancurkan segalanya maupun terhindar dari temuan-temuan yang bersifat admnistratif. Jangan sampai keinginan untuk bermegah-megahan dalam hal keduniawian, mengumpulkan ”uang panas” dengan menjadi ”mafia pelaksanaan anggaran” malah membawa hidup pada kesengsaraan. Jangan sampai baru menyadari dan menyesali kesalahan setelah masuk sel penjara atau setelah maut menjemput. Sebuah penyesalan yang tentunya sangat-sangat terlambat!


Minggu, 31 Juli 2011

PERMASALAHAN PENYERAPAN ANGGARAN (STUDI KASUS DI KPPN BANDUNG I)

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa alokasi Belanja Pemerintah diarahkan pada penciptaan kondisi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pendapatan masyarakat dan stabilitas perekonomian yang semakin terjaga. Untuk mencapai hal teersebut seharusnya Belanja Negara yang telah tertuang dalam DIPA masing-masing Satker dapat direalisasikan secara proporsional sepanjang tahun anggaran berjalan. Akan tetapi kenyataan yang ada, penyerapan belanja berjalan lambat (khususnya belanja modal) dan biasanya menumpuk pada akhir tahun anggaran sehingga mengakibatkan dampak terhadap pertumbuhan perekonomian kurang optimal dan kualitas pekerjaan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penumpukan tagihan pada akhir tahun anggaran tentunya juga berdampak pada beban kerja KPPN sebagai institusi tempat pencairan dana APBN semakin berat.

Di KPPN Bandung I, data sampai Semester I Tahun Anggaran 2011 menunjukkan bahwa realisasi penyerapan anggaran APBN masih sangat rendah, di bawah rata-rata realisasi secara nasional dan di bawah target yang telah ditetapkan dalam indikator kinerja utama penyerapan anggaran. Belanja Pegawai dengan pagu Rp 1,9 triliun terserap sebesar Rp 867,7 miliar (45,26%). Tingkat realisasi belanja pegawai ini sudah proporsional mengingat Belanja Pegawai merupakan pengeluaran rutin bulanan, di antaranya adalah untuk pembayaran gaji induk, uang makan, uang lembur dan pembayaran lainnya yang merupakan kompensasi kepada pegawai. Sedangkan Belanja Barang, dengan pagu Rp 3,6 triliun baru terserap sebesar Rp 853,8 miliar (23,59%). Tingkat realisasi ini tergolong masih rendah dan berada di bawah rata-rata nasional yang mencapai 28%. Selanjutnya yang paling rendah tingkat penyerapan anggarannya adalah untuk Belanja Modal, dari pagu Rp 1,2 triliun hanya terserap sebesar Rp 57,6 miliar (4,44%). Realisasi Belanja Modal yang baru mencapai 4,44% ini sangat jauh berada di bawah rata-rata nasional yang mencapai 18%. Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan mengingat pelaksanaan anggaran 2011 tinggal enam bulan lagi. Belanja Bantuan Sosial dengan pagu Rp 1,6 triliun baru terealisasi sebesar Rp 156,2 miliar (9,24%), juga masih di bawah rata-rata nasional yang mencapai 27%. Terakhir adalah Belanja lain-lain, dengan pagu Rp 38,2 miliar terserap sebesar Rp 14,3 miliar (37,66%). Setelah diakumulasi dari kelima klasifikasi belanja di atas, tingkat penyerapan dana di KPPN Bandung I sampai dengan Semester I Tahun Anggaran 2011 ini baru mencapai 22,76%.

Untuk mengetahui faktor penyebab rendahnya penyerapan anggaran tersebut, KPPN Bandung I telah menghimbau kepada seluruh Satker untuk mengisi kuesioner web penyerapan anggaran yang telah disiapkan oleh Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Pelaksanaan Anggaran. Dari hasil analisis kuesioner tersebut diketahui bahwa faktor utama penyebab rendahnya penyerapan anggaran adalah: permasalahan pengadaan barang/jasa (50,35%), perencanaan anggaran (21,99%), mekanisme pembayaran (20,92%), persiapan pelaksanaan kegiatan (6,38%) dan force majeur (0,35%). Sub kategori permasalahan pengadaan barang/jasa sebagian besar adalah faktor Panitia Pengadaan barang/jasa (47,18%). Faktor Panitia Pengadaan barang/jasa ini sebagian besar disebabkan oleh rangkap tugas dalam jabatan Panitia Pengadaan (25,37%), jumlah SDM pelaksana pengadaan yang bersertifikat kurang memadai (23,88%), keengganan untuk menjadi panitia pengadaan karena tidak seimbangnya resiko pekerjaan dengan imbalan yang diterima (20,90%), ketakutan pejabat untuk melaksanakan pengadaan akibat banyaknya berita penangkapan pejabat dengan tuduhan korupsi (17,91%) dan SDM pelaksana pengadaan kurang kompeten (11,94%).

Permasalahan perencanaan anggaran 100% responden menyatakan penganggaran sebagai penyebab utama rendahnya penyerapan anggaran. Hal ini disebabkan adanya kesalahan penentuan akun sehingga perlu revisi dokumen pelaksanaan anggaran (35,48%), anggaran kegiatan diblokir (17,74%), masa penelaahan terlalu pendek sehingga belum siap data pendukung (14,52%), penyusunan pagu anggaran terlalu rendah (9,68%), harga satuan barang/jasa yang ditetapkan dalam standar biaya terlalu rendah/tinggi (8,06%), tidak mengganggarkan administrasi pengadaan (8,06%), perencanaan kegiatan tidak sesuai dengan kebutuhan (4,84%), dan adanya penyesuaian harga karena kebijakan pemerintah (1,61%).

Permasalahan terbesar ketiga adalah mekanisme pembayaran, yang disebabkan oleh revisi dokumen pelaksanaan anggaran (54,24%), dokumen pencairan dana (28,81%) dan peraturan (16,95%). Sub masalah terbesar (revisi dokumen pelaksanaan anggaran) ini disebabkan oleh DIPA perlu direvisi karena tidak sesuai dengan kebutuhan (37,50%), proses revisi anggaran mengalami keterlambatan (25%), revisi DIPA perlu persetujuan Eselon 1 (18,75%), persetujuan revisi DIPA dari Eselon 1 terlambat diterima (12,50%) dan perubahan POK terlambat ditetapkan (6,25%).

Permasalahan penyerapan anggaran yang telah diuraikan di atas sebenarnya merupakan masalah klasik yang sudah berlangsung lama dari tahun ke tahun. Dan upaya-upaya percepatan penyerapan anggaran sebenarnya telah banyak dilakukan, akan tetapi memang belum memberikan dampak yang signifikan. Hal ini terjadi karena percepatan penyerapan anggaran tersebut sepenuhnya tergantung pada Satker selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Berbagai kebijakan/regulasi/tindakan yang menurut saya merupakan langkah untuk percepatan penyerapan anggaran antara lain meliputi:

1. Penganggaran yg tepat & Ketepatan waktu penunjukan Pejabat Perbendaharaan

2. Penyusunan Rencana penarikan dana (cash forecasting) yang baik

3. Pemahaman terhadap ketentuan dan mekanisme pengelolaan Keuangan negara

4. Mekanisme penyelesaian pencairan dana yang cepat, tepat, transparan dan akuntabel

5. Memberikan fleksibilitas/kewenangan yang Lebih luas kepada KPA dalam melakukan revisi anggaran (PMK 49/PMK.02/2011 dan PER-22/PB/2011)

6. Membatasi waktu pencairan blokir yang diakibatkan ketidaklengkapan data pendukung (TOR/RAB) sd 30 Juni 2011

7. Memberikan kewenangan kepada KPA untuk melakukan proses pengadaan sebelum diterbitkannya DIPA (Perpres 54 Tahun 2010)

8. Menyederhanakan pelaksanaan tender melalui e-procurement dan membentuk Unit Layanan Pengadaan /ULP (Perpres 54 Tahun 2010)

9. Mengatur batas waktu penyelesaian tagihan atas beban APBN, agar tidak terjadi penundaan pembayaran kepada pihak ketiga (PMK No.170/PMK.05/2010).

10. Menaikkan nilai “pengadaan langsung” Sampai dengan nilai Rp 100 juta, dan “pelelangan sederhana” sampai nilai Rp 200 juta (Perpres 54 Tahun 2010)

11. Pengadaan kendaraan bermotor, jasa hotel Dapat dilakukan dengan “penunjukan Langsung” tanpa batasan nilai pekerjaan (Perpres 54 Tahun 2010)

12. Meningkatkan jumlah UP sampai nilai Rp 500 jt dan dapat mengajukan lagi Dispensasi UP dengan penetapan/Persetujuan Kanwil DJPBN dan/atau Dirjen Perbendaharaan (PER-11/PB/2011)

13. Menambah besaran pembayaran yang Dapat dilakukan Bendahara Pengeluaran Kepada satu rekanan menjadi Rp 20 juta (PER-11/PB/2011)

14. Mempermudah dispensasi TUP sampai Nilai Rp 500 juta cukup oleh Kepala KPPN (PER-11/PB/2011)

15. Peningkatan pelatihan SDM Satker dan Sosialisasi di bidang perencanaan, penganggaran dan pengadaan

16. Menerapkan sistem reward and punishment atas pelaksanaan anggaran (PMK No.38/PMK.02/2011)

17. Pencairan dana dapat dilakukan pejabat Perbendaharaan TA sebelumnya jika Pejabat Perbendaharaan yang baru belum ada SK Definitif (PER-57/PB/2010)

18. Meningkatkan honorarium bagi pejabat Perbendaharaan, panitia pengadaan/ULP Dan Panitia penerima barang/jasa

19. Mempercepat penyelesaian dan Pengesahan DIPA (20 Desember 2010)

20. Mempercepat proses penyelesaian Revisi DIPA

Kamis, 07 April 2011

2 PEGAWAI KPPN DITAHAN TERKAIT PENCAIRAN DANA PROYEK FIKTIF RP 8 M

E Mei Amelia R - detikNews

Jakarta - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menahan dua pegawai di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta II. Keduanya diduga mencairkan dana proyek fiktif senilai Rp 8 miliar.

Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Yan Fitri mengatakan, dua tersangka masing-masing berinisial AIS selaku mantan Kepala KPPN Jakarta II dan ES selaku mantan front office KPPN Jakarta II.

"Keduanya sudah ditahan sejak Senin, 28 Februari malam," kata Yan Fitri kepada wartawan, Selasa (
1/3/2011).

AIS kini menjabat sebagai Kepala KPPN Tahuna, Sulawesi Utara. Sementara ES hingga kini masih menjabat sebagai pegawai di KPPN Jakarta II.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 263 KUHP ayat (2) KUHP tentang Pemalsuan.

Sementara itu, Kasat Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Suwondo Nainggolan mengatakan, tindakan tersebut terjadi pada tahun 2008 silam. Saat itu, AIS selaku Kepala KPPN Jakarta II menandatangani Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang bertentangan dengan peraturan Dirjen Perbendaharaan No Per-66/PB/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN.

"Sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 8,9 miliar dan menguntungkan PT Cipta Surya Cemerlang selaku perusahaan fiktif," kata Suwondo.

Pada prakteknya, perusahaan fiktif membuat Surat Perintah Membayar (SPM) palsu yang seolah-olah dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum (PU). Dalam SPM tersebut, Kementerian PU meminta agar KPPN membayar Rp 8,9 miliar untuk proyek pengerjaan jembatan yang dilaksanakan PU.

"Yang mana proyek itu sendiri adalah fiktif," katanya.

SPM tersebut diterima oleh ES selaku front office KPPN pada tahun 2008. SPM kemudian diterima oleh AIS yang saat itu menjabat sebagai Kepala KPPN Jakarta II.

"Berdasarkan SPM itu, AIS menerbitkan SP2D," katanya.

Kepada penyidik, AIS beralasan telah menerbitkan SP2D karena SPM Kementerian PU telah ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Haryanto. Padahal Haryanto saat itu telah pensiun," katanya.

Dengan terbitnya SP2D, KPPN akhirnya menggelontorkan Rp 8 miliar ke perusahaan fiktif melalui Bank Permata. Polisi kini tengah mendalami apakah AIS dan ES kecipratan uang tersebut.

"Ini sedang didalami lagi. Tapi sementara dari transaksi rekeningnya, belum ditemukan adanya transaksi mencurigakan di rekening mereka," katanya.

Sementara itu, polisi masih memburu Direktur PT Cipta Surya Cemerlang berinisial K. "K ini masih kita cari," katanya.

Dari hasil pemeriksaan rekening di Bank Permata, uang Rp 8 miliar itu digunakan oleh K untuk main valas. "Kini uang itu hanya tersisa Rp 179,45 juta," katanya.

Sejuh ini polisi telah memeriksa 25 saksi dalam kasus tersebut. Polisi juga telah meminta keterangan 2 saksi ahli dari Kementrian Keuangan terkait standar prosedur operasional (SOP), saksi ahli pidana dan saksi ahli Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP).

Polisi juga telah menyita barang bukti berupa dokumen dari KPPN Jakarta II dan bukti-bukti dari Satuan Kerja NVT Pengadaan Bahan/Peralatan jalan jembatan Departemen Pekerjaan Umum.

"Kita juga telah menyita uang Rp 179, 45 juta dari Bank Permata cabang Hayam Wuruk," tutupnya.

SAYA MENGUTUK KERAS KRIMINALISASI PEGAWAI KPPN JAKARTA II YG DILAKUKAN POLRI. SAHABAT2 DI SEKSI PENCAIRAN DANA SKRG TERANCAM & MENJADI KORBAN SOP, MARI KITA SATUKAN LANGKAH DENGAN MOGOK KERJA SAMPAI KAWAN KITA DIBEBASKAN DAN DIBERIKAN SP3
(Facebook, Toni Pabayo)

Berita yang dikutip dari detikom di atas bagaikan petir di siang bolong bagi seluruh insan KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara). Bagaimana tidak, pegawai KPPN yang telah bekerja dengan ikhlas tanpa menerima pemberian berupa apapun ternyata malah dikriminalisasi dengan tuduhan yang menyeramkan: KORUPSI! Padahal tidak ada fakta sedikitpun yang menunjukkan pegawai KPPN melakukan tindakan terkutuk tersebut. Kalaulah memang terjadi adanya Surat Perintah Membayar (SPM) Palsu (yang kemudian dicairkan oleh KPPN), seharusnya yang dikejar adalah pelaku pemalsuan SPM tersebut. Petugas KPPN sesungguhnya tidak dapat dipersalahkan, karena pada saat mencairkan dana tersebut sama sekali tidak diketahui bahwa SPM tersebut palsu/dipalsukan dan pencairan dana itu wajib dilakukan oleh petugas KPPN sesuai dengan perintah peraturan perundang-undangan. Pencairana dana tersebut adalah wujud pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh petugas KPPN, sehingga sesuai dengan KUHP, orang yang menjalankan perintah perundang-undangan TIDAK DAPAT DIPIDANA.

Berita di atas mendapat tanggapan yang cukup ramai dari pembaca dan umumnya adalah mempertanyakan tindakan Polisi yang mengkriminalisasikan pegawai KPPN. Sebagian komentar kecewa dengan jajaran pimpinan Ditjen Perbendaharaan – Kemenkeu yang dinilai tidak cukup “peduli” dengan nasib pegawai KPPN tersebut. Berikut saya kutip beberapa komentar pembaca yang muncul di detikom sampai dengan hari Rabu, 6 April 2011.

Pegawai KPPN
Sungguh ironis..pegawai KPPN yang telah bekerja dengan keras dan ikhlas dikriminalisasi oleh POLRI tanpa fakta hukum yang memadai. Pemalsu SPM tidak terungkap, malah pegawai KPPN yang dijadikan tumbal!!! Polisi sangat2 tidak profesional. KPPN sama sekali tidak bertanggungjawab atas SPM yang palsu atau aspal, sepanjang pengujian formil dan substantif telah memenuhi syarat. Yang harus dikejar adalah pemalsu SPM-nya. Kepada para petinggi DJPBN tolong bersuara...mereka hanya korban SOP dan korban 'Pelayanan Prima' yang diagung-agungkan selama ini! Jika para petinggi DJPBN tidak pasang badan membela dan POLRI tidak segera mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan, saya mengajak seluruh pegawai KPPN di seantero republik ini , khususnya Seksi Pencairan Dana untuk MOGOK KERJA, minimal kita mogok kerja atas SPM dari Satker POLRI. Ayo kita galang solidaritas pegawai KPPN!

peduli reformasi
seandainya kemunginan terburuk terjadi tunggulah kehancuran kita ayo cepat bertindak n berbuat yang terbaik. kita ingin mereka bebas. kita gakpa2 gak dapat rumenerasi kalo hanya akan mengorbankan mereka. nasib bawahan ya kayak gini

atikah
Orang KPPN wajar jadi tersangka karena mereka gak punya duit buat nyogok polisi. Kalo dilihat dari SOP nya jelas tidak ada kesalahan yang dilakukan keduanya, mereka telah melakukan sesuai prosedur. Memuakkan sekali kerja aparat penegak hukum di negeri ini.

kopr@lkoprol
Pelayanan overdosis tanpa diimbangi sistem dan aturan yang komprehensif....... 1. Barcode KIPS.....(yang di sortir hanya petugas pengantar, sementara adk dan berkas ????)_Bablass 2.Pengujian keaslian Tanda tangan (selama ini belum pernah ada pelatihan atau diklat untuk FO)... 3.Aplikasi SPM dan prosedur pencairan dana yang di umbar disembarang tempat. 4.dll

Peduli DJPB
Kalau bukan orang satker, bagaimana cara cetak SPM nya? Bukankah nomor seri SPM berurutan...

supri

kantor pusat kebanyakan konsinyering di hotel2,,sampe lupa nasib jongos2 yg dah terlanjur jadi korban,,dah gitu cuma bisa nyewa pengacara aja

atikah
Kita aja yang di KPPN pernah lembur gak dikasih makan kok pas akhir tahun.

Pegawai KPPN

Betul, Kantor Pusat itu sedikit-sedikit konsinyering, konsyinyering koq sedikit-sedikit..itu prinsip mereka. Sementara kami yg di KPPN, boro2 merasakan enaknya konsinyering di Hotel Bintang 4 dan 5, arti konsinyering pun banyak yg tdk 'tahu'. Pokoknya kita itu benar2 kulinya DJPBN. Perhatian pimpinan sangat kurang, honor tidak ada, akhir tahun anggaran kita kerja mati2an sampai subuh cuma dikasih sebungkus nasi aja buat makan malam. Sistem dan prosedur rentan, dipenjara pula. Mengabdi negeri berujung bui. Tolonglah para pemimpin di kantor pusat, biaya konsinyering di hotel berbintang itu dialihkan untuk memberikan honorarium yg layak bagi petugas KPPN, khususnya seksi pencairan dana, sehingga kami dapat bekerja dgn semangat dan tenang. Suara petinggi DJPB kami tunggu!!!!!!!!!!!!

Polda Metro Jaya
sebenarnya, di tahun 2008, ditjen perbendaharaan telah memerintahkan pemblokiran rekening. saat itu masih terdapat saldo rp 8 m. lalu kenapa polisi skrg menyatakan dana tersisa tinggal rp 179,45 juta. ada apa dgn polri? tanya kenapa?

atikah

Polisi? Lihat aja apa kerja mereka?

mike

polisi kerjanya gimana sih? lihat prosedur, jangan asal tangkep aja... yang palsuin SPM ditangkep. masa ga tau apa2 koq ditangkep. Keadilan harus ditegakkan...!!!

unknown

teks di atas salah AIS bukan kepala kantor jakarta II, melainkan kepala seksi. Polisi sdh renumerasi, tunjukkan kinerja mu. tangkap yg salah jgn yang ga bersalah!!!!

mantan perben
jadi teringat ucapan salah satu polisi sewaktu pemeriksaan tersangka di polda: 'kalau sampai si orang dari pt fiktif g ketangkep juga, maka kalian yang jadi tersangkanya'. apakah ada permainan antara polisi dengan oknum satker?

Pemerhati

ngancem... n ngancem... jurus pamungkas.... kok kurang profesional ya... peralatan lengkap... apa lagi. Coba pelajari dulu SOP Perbendaharaan. Gak Profesional

FO KPPN Simpatik

Ayoo rekan FO,,,,Kita perketat pemeriksaan terutama Nama dan TTD, Salah DIKIT BALIKIN jangan kasihan2 kepada SATKER terutama POLRI. Kita kerja sesuai Peraturan (TITIK). Kepada Pejabat DJPBN terima kasih atas dukungan dan kunjungan kepada Rekan Kita yang ditahan. Kepada Pakar Hukum di PBN dan MENKEU mari selamatkan reformasi perbendaharaan. Tetap Semangat dan Semoga ALLAH SAW meridloi usaha kita

antok

dasar benjol.............kl ngga tau aturan ngga usah ngomong!!!!!

antok
KPPN hanya sebagai mesin ATM bagi Satker, selama Satker mempunyai simpanan (DIPA) serta mempunyai Kartu ATM (SPM)maka KPPN berkewajiban mencairkan dana sesuai dengan yang diperintahkan Satker kepada KPPN. Jadi jangan main tangkap, seharusnya yang harus ditangkap adalah si pemalsu SPM dan bukan Kepala KPPN.

aneh
kenapa eh kenapa ko di web perbendaharaan berita ini ga dimuat...lupa atau gimana??? jadi bingung... mudah2an deh yang lagi diberi cobaan cepat diberi jalan keluar yang terbaik.

bang_alex
tetep semangat teman-teman dan kerjakan yang semestinya kita kerjakan...berdoa yang baik-baik...doakan atasan agar diberi kekuatan untuk tetap dan terus memperjuangkan bawahannya yang lagi dicoba...berdoa juga buat kita semua agar lebih kuat dan tegar dalam menghadapi cobaan...selalu berprasangka yang baik dan tetap yakin bahwa bos-bos kita diatas perhatiannya luar biasa kepada saudara AIS dan temen KPPN lainnya...

Mbag Gambleh
AIS ane kenal elu. Elu orang baik. Tetep tawakal. Gusti Allah mboten sare. Akan terbuka siapa yang salah dan siapa yang benar.

pegawai djpbn
Semakin benci kepada POLRI, kenapa dari dulu kerjanya gak beres. Bersikaplah profesional dan adil. Usut semua pihak yang terlibat !!.

pegawai_rendahan
nasib ujung tombak kalau kena batu mletot kena * bau....yg ngelempar tombaknya entah kamana???

galesus
Smoga segera ditunjukan mana yg benar dan yg salah..

FO KPPN
PEG KPPN PERCONTOHAN TAHAP PERTAMA MERUPAKAN TUMBAL UNTUK MENGGOLKAN RUMENERASI. TANPA DI BACKUP DENGAN PERATURAN N SISTEM YANG LEMAH SANA SINI. MARI KITA GALANG KOIN EMPATI SEPERTI KAYAK PRITA. KASIHAN ES, UDAH PRAJURIT, KELUARGA MORAT MARIT, PSIKOLOGIS HANCUR, NASIB DI TAHAN GAK JELAS. BACKUP ORGANISASI LEMAH. IIIH JADI TAKUT JADI FO SEKARANG. SUDAHLAH PENGHASILAN KECIL, KEDEPAN HARUS DIKASIH TUNJANGAN RESIKO DIPERIKSA POLISI YANG GEDE.
MUDAH2AN ALLAH MENUNJUKKAN KEBENARANNYA. BAGI PEMALSU SPM TERKUTUKLAH KAU

prodip_kuli

Mohon cek : 1. dl wkt br cair 2M, rek s4 diblokir atas permintaan DJPB, tp dibuka atas permintaan polisi shg sisa 6M ikut menguap, 2. polisi minta 7 jt utk bs dpt sel enak, 3. kalo mo pk pengacara yg disediakan polisi, siapin dana 500 jt (msh perlu validasi)

FO_menggugat
Sebaik2 nya tempat mengadu allah lah tempatnya, gak usah lah mogok-mogok kerja segala. cukup kita bikin acara doa bersama. KITA DOAIN RAME-RAME BOS-BOS KITA YANG DI ATAS YANG GAK MAU TAU AND LEMPAR TANGGUNG JAWAB, MOGA-MOGA ANAK NYA CACAT SEMUA, HIDUPNYA SENGSARA, SAKIT-SAKITAN SEUMUR HIDUP. lipsrsealed ATASAN GAK AMANAH ASAMA ANAK BUAH MOGA2 DI AZAB

buruhSP2D
usul, kepada teman-teman yang fo yang melayani satker ditreskrimsus polda metro jaya, untuk semua spm mereka, lebih khusus untuk LS lidik sidik , wat tah, dll..
periksa bek2 aja, kalo perlu cari saja kesalahannya, sekecil apapun TOLAK.!!!

flashback yuks
Kita tentu masih inget berapa banyak temen Prodip yang pada meregangkan nyawa saat pelayanan di FO. Masih ingat tentunya dengan Sdr. Sahat. sekarang terulang kembali dengan ditahannya 2 temen kita. Para petinggi di Kanpus DJPBN, hati nurani kalian kemana? kalian udah puas tentunya dengan pencitraan kalian. kalo ga ada suara atas kejadian ini, tunggulah kehancuran kalian...

kiki
Pelayanan baik, etika baik, menset baik....... Galang solidaritas, tegakkan kebenaran.................. Aksi solidaritas jangan yang ada di Jakarta saja diseluruh Tanah Air.

KPPN Indonesia Timur

kita siap lakukan mogok pelayanan...

KPPN Indonesia Timur
Kami siap, tinggal tunggu kode saja...

Kurnia
kpd pihak Kepolisian tlg lebih jeli lagi, SPM diantar ke KPPN oleh petugas satker bukan dari pihak rekanan, selidiki juga PPK dan PP SPMnya karna di SPM dan lampiran bukan cuma KPA yg tandatangan, KPPN gak akan tahu kpa_nya sudah pensiun kalo satker gak ngasih penunjukan KPA yg baru, KPPN sudah bekerja sesuai prosedur dan taat aturan.. utk rekan AIS dan ES beserta keluarga semoga diberikan ketabagan, Allah SWT pasti akan segera menunjukkan siapa yg salah dan siapa yg benar.. akan diperlihatkan di akhir nanti siapa yg bisa tersenyum, dan siapa yg seharusnya malu..

FO KPPN 192
Lengkaplah penderitaan ES.
Udah TKT gak seberapa, tahanan pula yang didapatnya

aku
galang aksi selamatkan refprmasi birokrasi dengan membebaskan ais dan es... krn tidak akan ada yg mau jd FO atau seksi PD klo harus nanggung risiko gini!

Bacot

Saya sangat prihatin dengan penahanan pegawai KPPN, dan mudah-mudahan Bapak Ais dan Petugas FO yang ditahan oleh Polisi tabah dalam menghadapi ujian Tuhan YME,kenapa yang Palsu SPM dan Proyek Fiktif serta penanda tangan SPM telah pensiun, kok pegawai KPPN yang disalahkan malahan Polisi dengan cepat menahannya........., Pak Polisi perlu diketahui Proses pembuatan SPM di Satker itu dimulai dari PPK ( Pejabat Komitmen ) melakukan perikatan atau perjanjian , telah terjadi perikatan dan perjanjian baru diajukan ke Penanda tangan SPM dan selanjutnya setelah diteliti kebenarannya SPM tersebut ditandatangani dan bukti -bukti Asli ada di Satker yang bersangkutan, ke KPPN hanya SPM.ADK, Ringkasan Kontrak,SPTB,Faktur Pajak,SSP,jadi sangat sedikit sekali KPPN untuk meneliti dan memang itu peraturannya, jadi kalo memang itu proyek fiktif berarti perjanjiannya fiktif, jadi Siapa yang bertanggungjawab,berarti Satker yang bersangkutan, kok ini malahan petugas KPPN yang ditahan, boleh petugas KPPN ditahan apabila ada aliran dana ke petugas KPPN, apakah aliran dana sudah terbukti Pak Polisi, kalau belum ...berarti Polisi terburu-buru belajar dulu SOP nya, kasihan donk pegawai KPPN sudah memberi pelayanan dengan baik tidak menerima suap.....boleh cek kekayaannya walaupun penghasilannya cukup besar tapi mereka dibandingkang dengan anggota Polri uangnya banyak anggota Polri, kan Polri Satker yang dilayani KPPN, Petugas KPPN ngga pernah ngecek ke Polri apakah dana yang diberikan telah sesuaidengan peruntukannya,.... misalkan uang pengusutan perkara atau pemberian makanan tahanan atau anggota polri, ternyata tidak diberikan atau tidak sesuai dengan bukti-bukti yang diberikan ke KPPN, apakah pegawai KPPN yang dituntut........padahal itu merupakan kewenangan pengawasan interen ....lingkungan satker bukan kewenangan KPPN, Kok.....petugas KPPN sudah berusaha merubah prilaku dan budaya korupsi serta meningkatkan pelayanan ke Masyarakat malahan di kriminalisasikan.............. ............masih banyak kok orang yang melakukan Korupsi benar-benar belum diusut tuntas.

demo..

demo simpatik secara damai dijadwalkan senin tgl 7 maret 2011 di depan kanpus.. minimal akan diikuti 200-an pegawai. ayo tmn2 yg mau mendaftar silahkan isi komen di status ini

pesakitan
kalo merujuk pada uu no. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara,.bisa dianalogikan KPPn itu ibarat mesin ATM dan Satker pemilik kartu ATM yaitu SPM,.kalo semua PIN ATM atau kalo dalam SPM itu kode2 yang ada di SPM sesuai dengan yang ada di Mesin ATM,.pasti uang akan keluar dengan sendirinya,.Lalu bagaimana kalo sewaktu ATM tersebut disadap oleh orang lain, seperti kejadian yang beberapa tahun lalu sempat heboh di bali,.kemudian org yang menyadap dan tidak bertanggung jawab tersebut bisa leluasa mengambil uang yang bukan haknya, dengan menggunakan no pin dan atm yang palsu tadi,.pertanyaannya apakah pihak bank bisa dituntut atas kejadian tersebut,.

Korban DJPB

Kita sedang di uji kembali..........korban aturan koraban SOP korban pelayanan demi pencitraan terbaik...tp ujung2nya kt yg dikorbankan...siapa korban SOP beriutnya..........? ironis sekali ko bisa2nya salah tangkap gt

Bondet
Seharusnya penyidik tanya dulu sm bag keuangan mereka, gmn sih sistem pencairan APBN skrg..jgn asal tahan aja, bedakan ketelodarn dgn kesengajaan..

maho
ah ngandelin orang kantor pusat mah sampe nangis darah pun gk bakal diperhatkan, kalo gk ada backup dari kanpus, gelombang eksodus keluar djpb pasti bakal tambah rame neh, yuk kita rame2 pindah instansi aja

pegawai_Kemenkeu
Kepada rekan2 pegawai DJPB, mari satukan langkah : utk pegawai KPPN, tolak semua SPM dari POLRI, utk pegawai Kanwil, jgn layani kalo mereka mo rekon, sampai mereka bs bekerja dgn profesional....

Harisman
Tolak saja semua SPM Polri kalau hasil penyidikan ngga bener, arogan dikitlah KPPN biar Polri ngerasain hasil arogannya sendiri.

anton
mutlak salah petinggi djpbn ini mah..yang asal prima..whether si pegawai punya nurani yg beres atau nggak,petinggi djpbn nuntut kewajiban pegawai sebesar-besarnya,hak yg dikasih nol besar..

love.djpb
kalo ada teller bank, terima cek perjalanan palsu.. duitnya berhasil cair, yang ditangkep sapa ? yang bikin+bawa cek palsu... apa teller-nya ? polishit tolong objektif dong pak kalau memang anda hamba hukum..atau udah dapat uang sekoper dari oknum fiktif tsb??

pakdhe
Ternyata pihak kepolisian blm bsbekerja profesional, jd blm pantas dpt remunerasi. Bpk Menkeu, tlg pending dl dana remunerasi POLRI, kalau perlu blokir dana DIPA-nya atau tdk usah dilayani kalau mereka mau mencairkan dana.

Alarm !!!
nguing..nguing..nguing...911.. ..segera biro bantuan hukum, OTL DjPbn, DSP DjPbn lakukan P3K...., temen2 FO jangan demo ya....

FO
sabar kawan, kebenaran akan datang......................,

horas
kami turut berduka, semoga Allah swt memberikan ketabahan n kesabaran buat temen2 yang di tahan... saya yakin anda tidak bersalah... tidaka da sarana yang dapat membantu anda untuk meneliti kebenaran SPM bodong.
Tawakkallah.

gemblung
Harusnya pihak POLISI (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya belajar dulu tentang prosedur penerbitan SPM, klo KPPN khan hanya tinggal mencairkan apa yg diminta SATKER sepanjang pagunya masih ada n syarat lampiran SPM terpenuhi. OK!!!!!!!! Ayo kawan2 se-177 KPPN n 30 KANWIL DJPBN serta KANPUS DJPBN dukung kawan kita BAPAK AIS dan BAPAK ES.......!!!!!!!!!

korban_perdirjen
cuma korban perdirjen 66 mereka, harusnya konseptor dan penandatangan perdirjen turun tangan bela anak buahnya, pasang badanlah..!

Surya Panuntun
Waduw.. mereka berdua tersesat di jalan yang ada di kampungnya sendiri. kalau emang jalannya yang salah, mengapa mereka yang harus jadi korban ?
Om Polis, mengapa orang lain yang melempar batu, kami yang ditangkep ?

Den Bagus

Pejabat pada tiarap ngumpet dibawah meja semua.

suket teki
Hai pejabat-pejabat di Perbendaharaan..... Action dong !!!!!! Tuh ada aparat yang harus dibela !!!! Jgn diam aja ! Dia kerja dah sesuai SOP yang bukan dia bikin sendiri. Hai Polisi.....kalian juga sudah reform. Kerja yang bener dan profesional. Jgn asal nyari kambing hitam !!!! Hai redaksi detik.com....kasih berita yang bener dong !!!!! Gak malu apa beritanya morat marit kayak gini ?????? Gak akurat sama sekali !!!! Apa cuman kayak gini kualitas REDAKTURNYA ???????

Dull
Teman2 KPPN, mulai sekarang yang di FO mogok aja sampe teman kita Pak AIS dan ES dibebaskan, dari pada jadi umpan peluru dan ga pernar dikasih perlidungan ama Kantor Pusat.
Sekalian tahu rasa tuh satuan kerja bila dananya ga cair

UNFAIR
kalau ada SIM aspal, kira2 yang menandatangani SIM itu ditangkap apa tidak ya????? saya yakin yang ditangkap pasti calonya dan pemilik SIMnya. Beda perlakuan...... itulah potret aparat keamanan
indonesia.

Acha
Belum putusan... masih bisa dibuktikan jika mereka memang tidak bersalah ya bebas.... Memang perlu untuk melakukan perubahan pada SOP biar pencairan dana yang dilakukan benar2 valid....

dane
siapapun yg salah nanti.. mari kita perbaiki kinerja dan selalu berhati2 dalam bekerja.. salam reformasi birokrasi kemenkeu!!!

sedih
Saatnya jajaran DJPBN memikirkan cara lbh efektif utk mengantisipasi kejadiaan serupa, harus ada cara yg dpt digunakan utk memastikan bahwa SPM yg diajukan benar dari satker bsk dan jika dikemudian hari terjadi masalah hukum, dpt dibuktikan bahwa SPM tsb dari satker dimaksud. Sy yakin se-yakin2nya klu ada oknum satker yg terlibat bahkan mungkin yg mengendalikan. Lagi pula klu polisi bisanya hanya tangkap kedua peg KPPN itu aja, tentu sangat lucu dan menggelikan.... Sy berharap polisi sgr dpt menemukan siapa sutradara sebenarnya kejadian ini, bukan hanya sekedar cari 'tumbal'.

duka

memang sangat menggelitik 'kok sampai saat ini pelaku pembuat SPM fiktif dan pemilik rekening penerima uang BELUM TERTANGKAP?????? bagaimana bpk2 Polisi????? Kalau pelaku utama tertangkap dipastikan semuanya akan jelas siapa yg bersalah dan tdk bersalah.

oioi
HOIIIIIIII BIRO HUKUM SETJEN KEMENKEU LO JGN PADA DIEM AJA!!!!

halah
kok ga denger action dr petinggi DJPBN sih? jangan asal slogan aja...

kenshin
hhmm....kok cuma orang KPPN nya ya?orang satkernya yang udah buat fiktif itu kok melenggang bebas? duh enaknya jadi satker..klo gitu mari kita sama2 jadi satkernya aja trus berbondong-bondong untuk buat fiktif toh yang kena juga orang KPPN, jadi kita kan bisa bebas, maklum jaman sekarang siapa yang punya duit dia yang bisa beli HUKUM, namanya juga Peradilan jaman sekarang, yang benar belum tentu benar yang salah sudah pasti benar, capeee deccchhhh.......

M Luthfiy K. H
Kepada bapak2 pejabat elit di lingkup kanpus ditjen PBN, mohon diperhatikan efektifitas, efisiensi dan wewenang dari SOP KPPN Percontohan serta Perdirjen 66, jika memang kewenangan Ordonator sudah dialihkan dari KPPN selaku kuasa BUN ke pihak satuan kerja, kenapa kita di Front Office KPPN masih diwajibkan untuk memeriksa SPM, SPTB, Ringkasan Kontrak, SPTJM sampai dengan mengesahkan potongan SSP segala?bukannya proses penerbitan SPM sdh melalui verifikasi dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) serta Pejabat Penanda Tangan SPM?seharusnya KPPN tidak mempunyai wewenang lg sampai kesana!Perubahan Per-66 ke Per-11 thn 2011 jg tdk menyentuh masalah tersebut!Dimohon dengan sangat kepada bapak2 di pusat untuk memperhatikan aspirasi dari staf di daerah seperti kita2 ini!semoga dengan kritik yg membangun akan semakin meningkatkan kinerja kita kedepan!InsyaAllah kita di daerah selalu bekerja dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab!

bro
Pasti ada keterlibatan oknum yg menguasai aplikasi spm, untung skrg udah pakai kartu barcode.

iwan
Seharusnya polisi lebih fokus ke direktur PT yg berinitial 'K' dg siapa dia kerjasama, sekalian kejar uang yg 8M, jangan berhenti cuma alasan habis untuk main valas, cari bukti via pialang valas. Semoga kebenaran cepat terungkap.

dewa
SPM adalah Surat Perintah Membayar, yang sudah diuji oleh Pejabat Penguji dan Penandatangan SPM di satker. Lalu kenapa mereka tidak ditahan??? Semoga pimpinan DJPBN Pusat segera bertindak memberikan bantuan hukum kepada teman teman yang terkait.

neso
ini efek Prima neh.. maen hajar ajah, yang penting SPM cepet keluar.. klo udah gene siapa yang tanggung jawab..??

nubi

gak ngaruh prima apa enggak bos. udah jelas dong tanggungjawab penandatangan SPM dan KPA nya. KPPN gak punya kewenangan untuk meriksa apakah proyek itu ada apa enggak, gak juga punya kewenangan untuk memeriksa KPA , PPK, Penandatangan SPM satker itu sudah pensiun apa belum. Pak polisi, tolong saudara pelajari juga SOP yang ada di KPPN.

john
Apakah krn polisi tdk bs menemukan tersangka dr Kement PU lalu cari gampangnya dg menahan pegawai KPPN ?

mulia
di era reformasi birokrasi yang dilaksanakan oleh Kemenkeu ternyata kejahatan keuangan semakin komplek. Sepanjang prosedur telah dilaksanakan yakinlah Pak AIS dan Pak ES berjuang mudah2an kebenaran selalu berfihak.

FO KPPN
yth. elit elit di ditjen perbendaharaan n depkeu tolog bantu dengan tenaga penuh untuk membackup pegawai kita. pegawai kita udah bekerja dengan ihlas, tanggung jawab, jujur. kita disini hanyalah korban............

sokteung
Semoga kebenaran segera terungkap!
Pihak yg benar2 bersalah harus ditemukan!

rommeo
Jujur saya miris melihat semua ini. ini merupakan preseden buruk bagi pegwai KPPN.semoga keadilan n kebenaran cepat terungkap bro. Kami mendukungmu teman.

achan
siapa yang bersalah siapa yang ditangkap. aneh negeri ini semoga kebenaran akan terungkap.

jongos
bagaimana dengan KPA, PPK,Penandatangan SPM dan bendahara nya?kenapa yang di cari malah direktur nya?mohon aparat penegak hukum juga segera memeriksa mereka.

selidikiKPA
penyelidikan seharusnya diperdalam di tingkat satker, terutama para pengelola keuangan mulai dr KPA, PPK, bendahara, operator SPM

ucup
apa mungkin mencairkan dgn dipa fiktif kenapa kppn yg disalahin, yg fiktif dipanya, apa spm palsu, apa proyek yang pengerjaan fiktif ni?

feidar
kenapa satker nya gak diselidiki? darimana dia bisa tahu soal DIPA satker ybs? Kalo saya jadi AIS, saya juga akan melakukan hal yang sama. Semua syarat sudah terpenuhi. Siapa yang tahu kalo itu tanda tangan palsu? Kalo nggak dicairin malah salah.

FO KPPN
Seperti biasa KPPN selalu jadi korban dan Bendahara, PPK, Penandatangan SPM , dan KPA dari satuan kerja bersangkutan, pura pura tidak tahu

kppn

Aplikasi SPM hanya diberikan kepada Satuan Kerja kalau sampai disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab harusnya yang disalahkan yang memberi akses knp sampai bisa terbit itu SPM ??????kenapa yang disalahkan orang KPPN

nubi

setuju..mohon agar pihak kepolisisan segera memeriksa KPA,PPK, Penandatangan SPM dan Bendahara serta petugas yang mengantarkan SPM ke KPPN. bukankah yang bertanggung jawab atas DIPA itu adalah KUasa Pengguna Anggaran??